Kamis, 24 Oktober 2013

Etika Da’I seperti Air Hujan






Dakwah, merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang.  Setiap dari kita itu wajib menyerukan kepada orang lain walaupun hanya satu ayat.  dakwah ini merupakan perintah langsung dari Allah Swt. Dimana Allah berfirman :

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” [An-Nahl:125]
Berbicara dakwah, berbicara pula tentang juru dakwah, yang biasa kita kenal dengan seorang Da’i. ketika berbicara seorang Da’I kita akan mengaitkanya dengan Ahlak Da’I  dari berbagai sisi kehidupanya. Namun didalam tulisan ini penulis hanya memfokuskan salah satu sisi ahlak Da’I yaitu ketika Bedawkah seorang Da’i.
Penulis berpendapat bahwa Etika seorang Da’I itu harus seperti air hujan. Yang mana Dakwah seperti air hujan ini berarti menyerukan kebaikan kepada setiap orang dimanapun dan kapanpun Da’I itu berada, tidak memilih-milih lokasi; kaya miskin, pejabat rakyat, tua muda, muslim kafir dan sebagainya.  kategori ini merupakan kategori yang paling baik, karena mereka berdakwah tanpa pamrih, hanya mengharap ridha Allah SWT semata.
Ini yang diperlukan umat hari ini. Seorang Da’I yang mempunyai etika dakwah seperti air hujan. Terus berdakwah menegakan amar ma’ruf nahi mungkar tanpa pamrih. Hanya mengharapkan keridhan dari sang maha pencipta Alloh SWT. Tidak seperti dakwah air ledeng yang berdakwah harus dibayar. Yang kalau tidak dibayar tidak mau berdakwah.  Ataupun seperti air sungai di jaman ini yang airnya sudah tidak jernih lagi alias kotor Da’I ini dikategorikan sebagai Da’I yang menyerukan kebaikan kepada orang lain tetapi dirinya sendiritidak melakukanya. Didalam masyarakat kita istilah ini dikenal dengan nama STMJ solat terus maksiat jalan.
Minimal kita berdakwah seperti air sumur  Dimana para pencari ilmu datang ke sumber ilmu tersebut, lalu seorang Da’I menyebarkan ilmunya. namun tetap Dakwah seperti air hujan. harus diutamakan dan diperjuangkan.  Dalam Al quran diterangkan bahwa Hujan adalah air yang diturunkan dari langit dan penuh keberkahan. Allah Swt berfirman :
“Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS. Qaaf: 9).
Yang dimaksud keberkahan di sini adalah banyaknya kebaikan. Bukankah sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain. Artinya seorang dai yang melakukan banyak kebaikan sudah tentu dia adalah sebaik baik manusia. Karena memberikan manfaat kepada manusia lain. Dan seorang Da’I inilah yang nantinya  mendapatkan kebahagian kelak didunia dan di akhirat.
Dalam tulisan ini penulis ingin menyajikan sebuah puisi yang diposkan oleh robby fahrizal dalam blog nya yang berjudul Arti sebuah hujan :
Hujan adalah sesuatu yang takkan kita lupakan nikmatnya ketika dia datang .dan hujan selalu memberi anugrah tersendiri bagi mahluk yang sangat membutuhkannya dan tau cara bersyukur atas nikmat
 yang telah diberikan tuhan pada kita.
Hujan kan selalu ada meski terkadang ia membuat kita resah dan takut
 tapi hujan juga bisa membawa kebahagiaan bagi kita semua
 dan selalu begitu seterusnya.

Disini penulis menulis menafsirkan puisi diatas bahwa ketika  seorang Da’I beretika seperti hujan Dia tidak akan pernah dilupakan oleh umatnya. Karena  etikanya dalam berdakwahnya memberikan kenikmatan bagi para pendengarnya dan memberikan anugrah dan hidayah bagi mereka yang memahaminya. Artinya seorang Da’I ini menjadi sebuah kenikmatan bagi umatnya yang diberikan Tuhan nya.
Kemudian pada bait kedua menceritakan bahwa meski Seorang Da’I membuat resah dan takut umatnya ini penulis artikan sebagai peringatan atau ketika seorang Da’I mengingatkan kehilafan para umatnya sehingga meminculkan perasan resah gelisah dan takut kepada Da’I tersebut. Namun tetap pada hakikatnya Seorang Da’I yang dibaratkan hujan ini membawa kebahagian kepada umatnya untuk selamanya.


Membicarakan hujan tidak lengkap rasanya bila tidak membicarakan pelangi. Karena biasanya Ada pelangi setelah hujan. Pelangi dan hujan sepertinya tidak dapat dipisahkan meskipun kadangkala tidak ada pelangi setelah hujan. Semua orang percaya bahwa pelangi dan hujan tidak dapat dipisahkan. Seperti dua mata uang yang berbeda, meski berbeda tetapi saling berkaitan. Penulis memaknai ada pelangi setelah hujan itu menjadi proses dan hasilnya. Bila hujan diartikan sebagai prosesnya maka pelangi adalah hasilnya.
Kita tahu kadangkala ketika ada hujan tetapi tak ada pelangi. Mungukin inil seperti seseorang ketika menjalankan sebuah proses, ada yang berhasil dan ada yang tidak. Meskipun begitu kita selalu berharap ada pelangi setelah hujan. ada tawa setelah air mata, ada kebahagiaan setelah kesulitan, ada hikmah dibalik setiap cobaan ada hasil setelah proses yang melelahkan.
Simpulan dari semua tulisan diatas sedikitnya menjelaskan tentang etika dakwah seorang Da’I seprti air hujan yang setelahnya memunculkan pelangi yang indah. Artinya dakwah seorang Da’i  seperti Air hujan ini membuahkan hasil yang indah, membawa kedamaian, ketentraman dan kebahagian bagi umatnya. Tentu saja hal ini tidak mudah dilakuakan, dan  hanya orang-orang tertentu yang bisa melakukanya. Semoga kita bisa menjadi orang-orang tertentu itu yang diridhoi Tuhannya Alloh Swt dan Syafa’at Rosulnya.( wallahualam bisawab).

Senin, 18 Maret 2013

SEJARAH DAKWAH dalam AL QUR’AN


         Sejarah dalam Al Quran menungkapkan tentang siklus kehidupan dan sunatulloh yang tidak pernah berubah. Al Quran selalu mengukap pertarungan antara hak dan batil. Yang pada akhirnya kemenangan akan selalu ada pada pihak pihak yang membela kebenaran. Al Quran juga mengubah persepsi manusia tentang kemenangan sejati. Bukan diartikan dengan kesuksesan meraih cita cita di dunia.kemenangan sejati menurut Al Quran adalah kekuatan mempertahankan keistiqomahan dan ketegaran prinsip Tauhid sampai ajal menjemput.
          Dalam Al quran banyak sekali kisah penuh “Ibroh” pelajaran yang baik. Seperti kisah nabi yusuf dimana Alloh Swt berfirman dalam QS.Yusuf ayat 111 :
Artinya : sesungguhnya pada kisah kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukan cerita yang dibuat buat. Akan tetapi membenarkan (kitab kitab) sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Adapun salahsatu  Kisah lainya dalam Al Quran. Ketika Al Quran Menghibur Nabi Muhammad Saw dengan sejarah para Nabi sebelumnya. 
            Dimana Alloh SWT berfirman dalam QS. Al Ahqaf ayat 35 :
“Maka bersabarlah  kamu seperti orang orang yang mempunyai keteguhan hati, dari rosul rosul telah bersabar dab janganlah kamu meminta di segerakanya (Azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang di ancamkan kepada mereka. Mereka (merasa)seolah olah tidak tinggal (didunia) melainkan sesaat pada siang hari. (inilah) suatu pelajaran   yang cukup. Maka tidak dibinasakanya melainkan kaum fasik.”
           Jika Alloh SWT telah mendidik Nabi Muhammad SAW dengan sejarah para nabi sebelumnya. Maka penerus dakwah hari ini seharusnya lebih bersemangat lagi untuk mengambil “ibroh” , insfirasi dari dakwah para nabi. Apalagi jaman sekarang kita telah penuh dengan kemungkaran, bid’ah, kerusakan aqidah dan berbagai penyakit lainya.

Referensi :
Wahyu Ilahi,S.Ag.,M.A,Pengantar sejarah dakwah, Cet II .Jakarta : kencana 2012

Rabu, 27 Februari 2013

Interaksi Sosial Para Pegiat Dakwah


Di dalam kehidupan sehari – hari manusia tidak dapat lepas dari hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya  akan selalu membutuhkan  individu ataupun kelompok lain agar dapat berinteraksi ataupun bertukar pikiran. Proses sosial ini, merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat. Proses hubungan tersebut berupa interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus. dimaksudkan sebagai pengaruh tibal balik antara dua belah pihak, yaitu antara individu satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. 
           
Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekamto di dalam pengantar sosiologi, interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. Dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan bersama. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupakan dasar dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka kegiatan–kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi sosial.          
            Bila dikaitkan dengan
Kegiatan dakwah. secara umum merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim. Sebagaimana hadist rosul saw yang berbunyi “balliguu anniiy walau aayah "sampaikanlah dariku walau satu ayat”. Di dalam kegiatan dakwah, ada subjek dan ada objek. Subjeknya adalah seorang da’i dan objeknya adalah mad’u. Begitulah potret sederhana kegiatan dakwah yang menjadikan dakwah sebagi proses sosial.

Pembahasan
A.     Interaksi Sosial Para Pegiat Dakwah
Interaksi Sosial adalah hubungan dinamis yang menyangkut timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok . dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. dalam bentuk kerjasama, persaingan ataupun pertikaian. Interaksi juga merupakan hubungan yang tertata dalam bentuk tindakan tindakan berdasarkan tata nilai dan norma norma yang dilakunan di masyarakat. Sedangkan para pegiat dakwah ialah para pemuka agama, seperti ulama. Kiayi, ustad, Da’i atau Mubaligh  yang menyampaikan pesan dakwah (nilai” islam) kepada madu.
Jadi interaksi soaisal para pegiat dakwah adalah  Interaksi sosial yang dilakukan antara  Da’i dan Mad’u di mana mereka saling mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku satu  sama  lain.         
Interaksi sosial memilki ciri-ciri sebagai berikut:  
              a. Pelaku lebih dari satu orang b. Adanya hubungan timbal balik antar pelaku yaitu komunikasi antar pelaku dengan menggunakan bahas, simbol atau lambang. c. Diawali  dengan adanya kontak sosial baik secara langsung maupun tidak langsung           . d. Adanya dime-nsi waktu (lampau, sekarang, dan akan datang) yang menentukan sifat hubungan timbal balik yang sedang berlangsung dan e. mempunyai maksud tujuan dari masing-masing pelaku.           
Adapun syarat untuk terjadinya interaksi sosial Menurut  Prof. Dr. Soerjono Soekamto, ada dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi. :
                a. Kontak Sosial  Kata “kontak” (Inggris: “contact") berasal dari bahasa Latin con atau cum yang artinya bersama-sama dan tangere yang artinya menyentuh. Jadi, kontak berarti bersama-sama menyentuh. Dalam pengertian sosiologi, kontak sosial tidak selalu terjadi melalui interaksi atau hubungan fisik (langsung), bisa juga secara tidak langsung
seperti  bicara melalui telepon, radio, atau surat elektronik. Oleh karena itu, hubungan fisik tidak menjadi syarat utama terjadinya kontak. Kontak sosial memiliki sifat-sifat seperti dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder.
                 b. Komunikasi  merupakan syarat terjadinya interaksi sosial. Hal terpenting dalam komunikasi yaitu adanya kegiatan saling menafsirkan perilaku (pembicaraan, gerakan-gerakan fisik, atau sikap) dan perasaan-perasaan yang disampaikan. Ada lima unsur pokok dalam komunikasi Komunikator– Pesan –Media– Komunikan = Efek kalaupun dikaitkan dengan kegiatan dakwah disini bisa menjadi Da;i – Maudu – wasilah – Mad’u = Efek.

B. Faktor Dasar Interaksi Sosial    
Dr. W.A. Gerundang Dipl. Psych (1986, 58) menyatakan bahwa ada empat factor dasar dalam interaksi sosial, yaitu
a. Imitasi        
            Imitasi merupakan proses belajar manusia dalam masyarakat sebagai proses mematangkan kepribadiannya. Misalnya, kita tempatkan pada anak dikeluarga, maka factor teladan dari orang tua sangat kuat pengaruhnya. Nabi Muhammad sendiri menjadi teladan umat manusia, baik umat muslim maupun non-muslim Baik dalam kehidupan muamalah, ibadah, ataupun kehidupan lainnya
             Lewat suri tauladan (teladan sebagai metode dakwah) maka manusia belajar kebiasaan yang baik dan akhlak yang mulia. Begitu pula sebaliknya, apabila kita terbiasa dangan kebiasaan yang buruk maka kita akan mendapatkan akhlak yang tercela sebagai buahnya. Di sinilah pentingnya imitasi dalam dakwah. Sebagai seorang da’I  renungkanlah.
b. Sugesti       
            Sugesti adalah rangsangan, pengaruh, stimulus pandangan atau sikap yang diberikan seorang individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi sugesti menuruti atau melaksanakan tanpa berpikir kritis dan rasional. Sehingga sugesti bukan bersifat rasional akan tetapi mendahulukan ras. Dalam hal ini Menike menulis: “Sugesti adalah pengaruh psikis-rohaniah, yang dalam diri komunikan menghasilkan suatu sikap atau keyakinan tertentu, tanpa dirasakannya adanya keperluan untuk meminta pertanggungjawaban serta keterangan dan pembuktian lebih lanjut dari pemberi sugesti (komunikator).”   
              Sugesti dalam ilmu jiwa sosial, Ada yang menganggap sebagai suatu rangsangan yang dapat mengendurkan atau menguatkan sikap, perhatian, atau keinginan-keinginan mad’u. Sugesti merupakan proses mempengaruhi orang lain, dengan tujuan tingkah laku (behavior), bersikap (attitude) pendapat (oppinion) supaya identik dengan kita. Begitu pula dakwah dengan tujuan, agar mad’u itu mengikuti jalan yang Islamis. Tidak terlalu tergesah-gesah pada hakikatnya antara keduanya memiliki hubungan yang erat sekali, bahkan dakwah merupakan sugesti pada orang lain.            
c. Identifikasi
            Identifikasi adalah sebuah istilah dalam psikologi-psikoanalisis-Sigmund freud, dimana Dr. W.A. Gerungan membatasi “dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain”. Kecenderungan disini bersifat tidak sadar dan irasional. Sebagai ilustrasi, bagi seoarang anak, sang ayah adalah refleksi sifat kejantanan, kewibawaan, dan kepemimipinan. Sedang ibu adalah idola dari perwujudan kelembutan dan kasih saying. Dengan demikian metode keteladanan dalam dakwah mutlak sifatnya, Maka di sinilah peran orang tua ataupun Da’i dalam menumbuhkan religious consciousness atau rasa keagamaan pada anak-anaknya ataupun pada Mad’u.
            Islam menggaris bawahi tentang kehidupan keluarga ini. Di sini jelaslah kewajiban orang tua memberi contoh yang baik dan bertanggungjawab kepada anggota keluarganya, sebab ia sebagai model identifikasi. Begitu pula dalam dakwah, da’I merupakan the best example dalam lingkungan masyarakat.   


d. Simpati
            Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan, seperti juga dalam proses identifikasi (Dr. W.A. Gerungan, 1986, 69). Sehingga factor ini memiliki peran yang cukup mendalam dalam interaksi sosial. Dengan simpati maka situasi kerja sama akan lebih mudah terjadi.  
              Dalam proses interaksi dalam dakwah, factor simpati ini besar sekali perannya. Karena salah satu yang tidak dapat diabaikan dalam proses dakwah adalah terlebih dahulu membangkitkan rangsangan (stimulan) yang akan memberikan jalan pada mad’u. untuk membangkitkan itu, maka da’I harus mengadakan empati terlebih dahulu. Karenanya, factor simpati itu, kita sering melihat dakwah nonverbal (teladan dakwah bil hal) mempunyai pengaruh yang tidak kalah pentingnya dengan dakwah verbal. Pribahasa arab menulis: “Perbuatan itu lebih besar pengaruhnya dari pada kata-kata yang diucapkan”.           


C.   Manfaat Interaksi sosial
             Dengan interaksi sosial silaturahim antara Da’i dan Mad’u tercipta. Dan mempererat tali persaudaraan antara satu sama  lainnya, karena silaturahim juga memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalin komunikasi yang baik, dan dengan adanya interaksi sosial ini Da’i  dapat berdakwah dengan melaui  suri tauladan yang baik kepada Mad’unya. Maka cara yang dilakukan para da’i dengan  berinteraksi langsung dengan mad’u nya, dapat terserap dengan baik dan untuk memperluas cakupan interaksi sang da’i yang bisa melebarkan sayapnya untuk menyebarkan ajaran-ajaran islam lebih luas lagi.     

Penutup
Kesimpulan
Dari argument diatas dapat disimpulkan bahwa dapat timbul berbagai dampak dari interaksi timbal-balik antara satu dan yang lainnya, baik dampak positif maupun negatif adapun kaitannya dengan para pegiat dakwah. seorang da’I harus mampu menguasai berbagai faktor interaksi sosial ini salah satunya menumbuhkan rasa simpati pada mad’u. Sekiranya mad’u sudah tidak simpati terlebih dahulu dengan da’I jangan diharapkan terjadi feed back dalam dakwah, apalagi tujuan dakwah akan terealisasi, mungkin hanya “counter effect” yang diterimanya, atau bahkan kita ditolak secara mentah-mentah.   
           
Dalam kegiatan dakwah selalu terjadi proses interaksi sosial, yaitu hubungan antara Da’i  dan Mad’u. Interaksi sosial dalam proses dakwah ini ditujukan untuk mempengaruhi mad’u yang akan membawa perubahan sikap prilaku seperti mempererat tali perasaudaraan dengan silaturahmi dan meneladani kepribadaian yang baik dari sang Da’i. Dengan demikian tujuan dakwah yaitu mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. 

        DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Tri pranto, Marmin. Sosiologi SMA kelas X, Bogor : CV Regina, 2006
Mubarok, Achmad. Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008
Enjang dan Aliyudin. Dasar dasar ilmu Dakwah , Bandung : Widya Padjadjaran

Internet :



Rabu, 23 Januari 2013

Peringatan Maulid Nabi SAW : Membangkitkan Kecintaan kepada Nabi SAW



Bulan Rabiul Awal merupakan bulan yang sangat bersejarah dan berharga bagi umat islam didunia. Dimana pada bulan ini Alloh SWT telah mengaruniakan kepada kita umat manusia,  seorang Nabi dan Rasul bernama Muhammad bin Abdullah sebagai rahmat bagi alam semesta alam. Sebagaimana firman-Nya,“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiya; 107).
Tanggal 12 Rabi’ul Awal telah menjadi salah satu tanggal istimewa bagi sebagian kaum muslimin. Tanggal ini dianggap sebagai hari kelahiran Nabi akhir zaman, sang pembawa risalah, penyempurna iman, Nabi agung Muhammad shallallahu alaihi wa ‘alaa alihi wa sahbihi wa sallam. Beliau merupakan sosok teladan umat muslim yang pada sosoknya lah kita berkaca terhadap semua tindak tanduk yang kita perbuat setiap harinya.
Tanggal 12 Rabiul Awal ini biasa disebut Maulid Nabi atau Maulud saja. Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Jadi Maulid Nabi Muhammad SAW  (bahasa Arab mawlid an-nabÄ«), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW. Peringatan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian. Peringatan ini bukan sekedar mengenang sebatas kelahiranya saja, lebih dari itu Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kita selaku umatnya kepada Nabi Muhammad SAW. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW.  
Diantaranya banyak  menyebut manaqib (kisah hidup) dan kepribadian beliau yang mulia, menjalankan sunnah-sunnahnya yang agung, dan banyak bershalawat kepadanya. Sebagaimana hadist nabi yang artinya :Di antara umatku yang paling cinta kepadaku adalah orang-orang yang hidup sesudahku, yang salah seorang di antara mereka ingin melihatku walau harus mengorbankan keluarga dan harta benda.” (HR. Muslim)      Salah satu bentuk kecintaan kita kepada beliau adalah bershalawat, sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam al quran surah al ahzab ayat 56  yang artinya:   “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Al Ahzab: 56).
Asy Syaikh As Sa’di berkata: “(Dalam ayat ini) terdapat penjelasan tentang kemuliaan Rasulullah , ketinggian derajatnya, mulianya kedudukan beliau di sisi Allah dan di sisi makhluknya. Dan sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat, yaitu memujinya di hadapan para malaikat dan kelompok makhluk yang mulia, yang menunjukkan kecintaan-Nya kepada Nabi dan para malaikat yang dekat (dengan Allah) memberi pujian, mendo’akan serta merendahkan diri kepadanya. Maka wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya dan ucapkanlah salam dalam rangka mengikuti Allah dan para malaikat-Nya serta sebagai balasan baginya atas sebagian hak-hak beliau atas kalian dan untuk menyempurnakan keimanan kalian. Mengagungkannya, mencintai dan memuliakan nya, serta untuk menambah kebaikan-kebaikan dan menghapus kesalahan-kesalahan kalian.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 671)
Berangkat dari sini sudah sepantasnya, kita selaku umatnya selalu bersholawat kepada nabi. sebagai bentuk  kecintaan kita kepada nabi. bersholwat ketika duduk, berdiri ataupun berjalan. Bersholawat Ketika pagi siang sore maupun malam. Kita berharap semoga dengan peringatan maulid nabi ini menambah kecintaan kita kepada nabi dan kembali bersemangat menjalankan sunnah-sunnahnya yang agung .

Kamis, 24 Oktober 2013

Etika Da’I seperti Air Hujan






Dakwah, merupakan sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap orang.  Setiap dari kita itu wajib menyerukan kepada orang lain walaupun hanya satu ayat.  dakwah ini merupakan perintah langsung dari Allah Swt. Dimana Allah berfirman :

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” [An-Nahl:125]
Berbicara dakwah, berbicara pula tentang juru dakwah, yang biasa kita kenal dengan seorang Da’i. ketika berbicara seorang Da’I kita akan mengaitkanya dengan Ahlak Da’I  dari berbagai sisi kehidupanya. Namun didalam tulisan ini penulis hanya memfokuskan salah satu sisi ahlak Da’I yaitu ketika Bedawkah seorang Da’i.
Penulis berpendapat bahwa Etika seorang Da’I itu harus seperti air hujan. Yang mana Dakwah seperti air hujan ini berarti menyerukan kebaikan kepada setiap orang dimanapun dan kapanpun Da’I itu berada, tidak memilih-milih lokasi; kaya miskin, pejabat rakyat, tua muda, muslim kafir dan sebagainya.  kategori ini merupakan kategori yang paling baik, karena mereka berdakwah tanpa pamrih, hanya mengharap ridha Allah SWT semata.
Ini yang diperlukan umat hari ini. Seorang Da’I yang mempunyai etika dakwah seperti air hujan. Terus berdakwah menegakan amar ma’ruf nahi mungkar tanpa pamrih. Hanya mengharapkan keridhan dari sang maha pencipta Alloh SWT. Tidak seperti dakwah air ledeng yang berdakwah harus dibayar. Yang kalau tidak dibayar tidak mau berdakwah.  Ataupun seperti air sungai di jaman ini yang airnya sudah tidak jernih lagi alias kotor Da’I ini dikategorikan sebagai Da’I yang menyerukan kebaikan kepada orang lain tetapi dirinya sendiritidak melakukanya. Didalam masyarakat kita istilah ini dikenal dengan nama STMJ solat terus maksiat jalan.
Minimal kita berdakwah seperti air sumur  Dimana para pencari ilmu datang ke sumber ilmu tersebut, lalu seorang Da’I menyebarkan ilmunya. namun tetap Dakwah seperti air hujan. harus diutamakan dan diperjuangkan.  Dalam Al quran diterangkan bahwa Hujan adalah air yang diturunkan dari langit dan penuh keberkahan. Allah Swt berfirman :
“Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS. Qaaf: 9).
Yang dimaksud keberkahan di sini adalah banyaknya kebaikan. Bukankah sebaik baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain. Artinya seorang dai yang melakukan banyak kebaikan sudah tentu dia adalah sebaik baik manusia. Karena memberikan manfaat kepada manusia lain. Dan seorang Da’I inilah yang nantinya  mendapatkan kebahagian kelak didunia dan di akhirat.
Dalam tulisan ini penulis ingin menyajikan sebuah puisi yang diposkan oleh robby fahrizal dalam blog nya yang berjudul Arti sebuah hujan :
Hujan adalah sesuatu yang takkan kita lupakan nikmatnya ketika dia datang .dan hujan selalu memberi anugrah tersendiri bagi mahluk yang sangat membutuhkannya dan tau cara bersyukur atas nikmat
 yang telah diberikan tuhan pada kita.
Hujan kan selalu ada meski terkadang ia membuat kita resah dan takut
 tapi hujan juga bisa membawa kebahagiaan bagi kita semua
 dan selalu begitu seterusnya.

Disini penulis menulis menafsirkan puisi diatas bahwa ketika  seorang Da’I beretika seperti hujan Dia tidak akan pernah dilupakan oleh umatnya. Karena  etikanya dalam berdakwahnya memberikan kenikmatan bagi para pendengarnya dan memberikan anugrah dan hidayah bagi mereka yang memahaminya. Artinya seorang Da’I ini menjadi sebuah kenikmatan bagi umatnya yang diberikan Tuhan nya.
Kemudian pada bait kedua menceritakan bahwa meski Seorang Da’I membuat resah dan takut umatnya ini penulis artikan sebagai peringatan atau ketika seorang Da’I mengingatkan kehilafan para umatnya sehingga meminculkan perasan resah gelisah dan takut kepada Da’I tersebut. Namun tetap pada hakikatnya Seorang Da’I yang dibaratkan hujan ini membawa kebahagian kepada umatnya untuk selamanya.


Membicarakan hujan tidak lengkap rasanya bila tidak membicarakan pelangi. Karena biasanya Ada pelangi setelah hujan. Pelangi dan hujan sepertinya tidak dapat dipisahkan meskipun kadangkala tidak ada pelangi setelah hujan. Semua orang percaya bahwa pelangi dan hujan tidak dapat dipisahkan. Seperti dua mata uang yang berbeda, meski berbeda tetapi saling berkaitan. Penulis memaknai ada pelangi setelah hujan itu menjadi proses dan hasilnya. Bila hujan diartikan sebagai prosesnya maka pelangi adalah hasilnya.
Kita tahu kadangkala ketika ada hujan tetapi tak ada pelangi. Mungukin inil seperti seseorang ketika menjalankan sebuah proses, ada yang berhasil dan ada yang tidak. Meskipun begitu kita selalu berharap ada pelangi setelah hujan. ada tawa setelah air mata, ada kebahagiaan setelah kesulitan, ada hikmah dibalik setiap cobaan ada hasil setelah proses yang melelahkan.
Simpulan dari semua tulisan diatas sedikitnya menjelaskan tentang etika dakwah seorang Da’I seprti air hujan yang setelahnya memunculkan pelangi yang indah. Artinya dakwah seorang Da’i  seperti Air hujan ini membuahkan hasil yang indah, membawa kedamaian, ketentraman dan kebahagian bagi umatnya. Tentu saja hal ini tidak mudah dilakuakan, dan  hanya orang-orang tertentu yang bisa melakukanya. Semoga kita bisa menjadi orang-orang tertentu itu yang diridhoi Tuhannya Alloh Swt dan Syafa’at Rosulnya.( wallahualam bisawab).

Senin, 18 Maret 2013

SEJARAH DAKWAH dalam AL QUR’AN


         Sejarah dalam Al Quran menungkapkan tentang siklus kehidupan dan sunatulloh yang tidak pernah berubah. Al Quran selalu mengukap pertarungan antara hak dan batil. Yang pada akhirnya kemenangan akan selalu ada pada pihak pihak yang membela kebenaran. Al Quran juga mengubah persepsi manusia tentang kemenangan sejati. Bukan diartikan dengan kesuksesan meraih cita cita di dunia.kemenangan sejati menurut Al Quran adalah kekuatan mempertahankan keistiqomahan dan ketegaran prinsip Tauhid sampai ajal menjemput.
          Dalam Al quran banyak sekali kisah penuh “Ibroh” pelajaran yang baik. Seperti kisah nabi yusuf dimana Alloh Swt berfirman dalam QS.Yusuf ayat 111 :
Artinya : sesungguhnya pada kisah kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukan cerita yang dibuat buat. Akan tetapi membenarkan (kitab kitab) sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. Adapun salahsatu  Kisah lainya dalam Al Quran. Ketika Al Quran Menghibur Nabi Muhammad Saw dengan sejarah para Nabi sebelumnya. 
            Dimana Alloh SWT berfirman dalam QS. Al Ahqaf ayat 35 :
“Maka bersabarlah  kamu seperti orang orang yang mempunyai keteguhan hati, dari rosul rosul telah bersabar dab janganlah kamu meminta di segerakanya (Azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang di ancamkan kepada mereka. Mereka (merasa)seolah olah tidak tinggal (didunia) melainkan sesaat pada siang hari. (inilah) suatu pelajaran   yang cukup. Maka tidak dibinasakanya melainkan kaum fasik.”
           Jika Alloh SWT telah mendidik Nabi Muhammad SAW dengan sejarah para nabi sebelumnya. Maka penerus dakwah hari ini seharusnya lebih bersemangat lagi untuk mengambil “ibroh” , insfirasi dari dakwah para nabi. Apalagi jaman sekarang kita telah penuh dengan kemungkaran, bid’ah, kerusakan aqidah dan berbagai penyakit lainya.

Referensi :
Wahyu Ilahi,S.Ag.,M.A,Pengantar sejarah dakwah, Cet II .Jakarta : kencana 2012

Rabu, 27 Februari 2013

Interaksi Sosial Para Pegiat Dakwah


Di dalam kehidupan sehari – hari manusia tidak dapat lepas dari hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya  akan selalu membutuhkan  individu ataupun kelompok lain agar dapat berinteraksi ataupun bertukar pikiran. Proses sosial ini, merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat. Proses hubungan tersebut berupa interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus. dimaksudkan sebagai pengaruh tibal balik antara dua belah pihak, yaitu antara individu satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. 
           
Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekamto di dalam pengantar sosiologi, interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. Dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan bersama. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupakan dasar dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka kegiatan–kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi sosial.          
            Bila dikaitkan dengan
Kegiatan dakwah. secara umum merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim. Sebagaimana hadist rosul saw yang berbunyi “balliguu anniiy walau aayah "sampaikanlah dariku walau satu ayat”. Di dalam kegiatan dakwah, ada subjek dan ada objek. Subjeknya adalah seorang da’i dan objeknya adalah mad’u. Begitulah potret sederhana kegiatan dakwah yang menjadikan dakwah sebagi proses sosial.

Pembahasan
A.     Interaksi Sosial Para Pegiat Dakwah
Interaksi Sosial adalah hubungan dinamis yang menyangkut timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok . dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. dalam bentuk kerjasama, persaingan ataupun pertikaian. Interaksi juga merupakan hubungan yang tertata dalam bentuk tindakan tindakan berdasarkan tata nilai dan norma norma yang dilakunan di masyarakat. Sedangkan para pegiat dakwah ialah para pemuka agama, seperti ulama. Kiayi, ustad, Da’i atau Mubaligh  yang menyampaikan pesan dakwah (nilai” islam) kepada madu.
Jadi interaksi soaisal para pegiat dakwah adalah  Interaksi sosial yang dilakukan antara  Da’i dan Mad’u di mana mereka saling mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku satu  sama  lain.         
Interaksi sosial memilki ciri-ciri sebagai berikut:  
              a. Pelaku lebih dari satu orang b. Adanya hubungan timbal balik antar pelaku yaitu komunikasi antar pelaku dengan menggunakan bahas, simbol atau lambang. c. Diawali  dengan adanya kontak sosial baik secara langsung maupun tidak langsung           . d. Adanya dime-nsi waktu (lampau, sekarang, dan akan datang) yang menentukan sifat hubungan timbal balik yang sedang berlangsung dan e. mempunyai maksud tujuan dari masing-masing pelaku.           
Adapun syarat untuk terjadinya interaksi sosial Menurut  Prof. Dr. Soerjono Soekamto, ada dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi. :
                a. Kontak Sosial  Kata “kontak” (Inggris: “contact") berasal dari bahasa Latin con atau cum yang artinya bersama-sama dan tangere yang artinya menyentuh. Jadi, kontak berarti bersama-sama menyentuh. Dalam pengertian sosiologi, kontak sosial tidak selalu terjadi melalui interaksi atau hubungan fisik (langsung), bisa juga secara tidak langsung
seperti  bicara melalui telepon, radio, atau surat elektronik. Oleh karena itu, hubungan fisik tidak menjadi syarat utama terjadinya kontak. Kontak sosial memiliki sifat-sifat seperti dapat bersifat positif atau negatif. Kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder.
                 b. Komunikasi  merupakan syarat terjadinya interaksi sosial. Hal terpenting dalam komunikasi yaitu adanya kegiatan saling menafsirkan perilaku (pembicaraan, gerakan-gerakan fisik, atau sikap) dan perasaan-perasaan yang disampaikan. Ada lima unsur pokok dalam komunikasi Komunikator– Pesan –Media– Komunikan = Efek kalaupun dikaitkan dengan kegiatan dakwah disini bisa menjadi Da;i – Maudu – wasilah – Mad’u = Efek.

B. Faktor Dasar Interaksi Sosial    
Dr. W.A. Gerundang Dipl. Psych (1986, 58) menyatakan bahwa ada empat factor dasar dalam interaksi sosial, yaitu
a. Imitasi        
            Imitasi merupakan proses belajar manusia dalam masyarakat sebagai proses mematangkan kepribadiannya. Misalnya, kita tempatkan pada anak dikeluarga, maka factor teladan dari orang tua sangat kuat pengaruhnya. Nabi Muhammad sendiri menjadi teladan umat manusia, baik umat muslim maupun non-muslim Baik dalam kehidupan muamalah, ibadah, ataupun kehidupan lainnya
             Lewat suri tauladan (teladan sebagai metode dakwah) maka manusia belajar kebiasaan yang baik dan akhlak yang mulia. Begitu pula sebaliknya, apabila kita terbiasa dangan kebiasaan yang buruk maka kita akan mendapatkan akhlak yang tercela sebagai buahnya. Di sinilah pentingnya imitasi dalam dakwah. Sebagai seorang da’I  renungkanlah.
b. Sugesti       
            Sugesti adalah rangsangan, pengaruh, stimulus pandangan atau sikap yang diberikan seorang individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi sugesti menuruti atau melaksanakan tanpa berpikir kritis dan rasional. Sehingga sugesti bukan bersifat rasional akan tetapi mendahulukan ras. Dalam hal ini Menike menulis: “Sugesti adalah pengaruh psikis-rohaniah, yang dalam diri komunikan menghasilkan suatu sikap atau keyakinan tertentu, tanpa dirasakannya adanya keperluan untuk meminta pertanggungjawaban serta keterangan dan pembuktian lebih lanjut dari pemberi sugesti (komunikator).”   
              Sugesti dalam ilmu jiwa sosial, Ada yang menganggap sebagai suatu rangsangan yang dapat mengendurkan atau menguatkan sikap, perhatian, atau keinginan-keinginan mad’u. Sugesti merupakan proses mempengaruhi orang lain, dengan tujuan tingkah laku (behavior), bersikap (attitude) pendapat (oppinion) supaya identik dengan kita. Begitu pula dakwah dengan tujuan, agar mad’u itu mengikuti jalan yang Islamis. Tidak terlalu tergesah-gesah pada hakikatnya antara keduanya memiliki hubungan yang erat sekali, bahkan dakwah merupakan sugesti pada orang lain.            
c. Identifikasi
            Identifikasi adalah sebuah istilah dalam psikologi-psikoanalisis-Sigmund freud, dimana Dr. W.A. Gerungan membatasi “dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain”. Kecenderungan disini bersifat tidak sadar dan irasional. Sebagai ilustrasi, bagi seoarang anak, sang ayah adalah refleksi sifat kejantanan, kewibawaan, dan kepemimipinan. Sedang ibu adalah idola dari perwujudan kelembutan dan kasih saying. Dengan demikian metode keteladanan dalam dakwah mutlak sifatnya, Maka di sinilah peran orang tua ataupun Da’i dalam menumbuhkan religious consciousness atau rasa keagamaan pada anak-anaknya ataupun pada Mad’u.
            Islam menggaris bawahi tentang kehidupan keluarga ini. Di sini jelaslah kewajiban orang tua memberi contoh yang baik dan bertanggungjawab kepada anggota keluarganya, sebab ia sebagai model identifikasi. Begitu pula dalam dakwah, da’I merupakan the best example dalam lingkungan masyarakat.   


d. Simpati
            Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan penilaian perasaan, seperti juga dalam proses identifikasi (Dr. W.A. Gerungan, 1986, 69). Sehingga factor ini memiliki peran yang cukup mendalam dalam interaksi sosial. Dengan simpati maka situasi kerja sama akan lebih mudah terjadi.  
              Dalam proses interaksi dalam dakwah, factor simpati ini besar sekali perannya. Karena salah satu yang tidak dapat diabaikan dalam proses dakwah adalah terlebih dahulu membangkitkan rangsangan (stimulan) yang akan memberikan jalan pada mad’u. untuk membangkitkan itu, maka da’I harus mengadakan empati terlebih dahulu. Karenanya, factor simpati itu, kita sering melihat dakwah nonverbal (teladan dakwah bil hal) mempunyai pengaruh yang tidak kalah pentingnya dengan dakwah verbal. Pribahasa arab menulis: “Perbuatan itu lebih besar pengaruhnya dari pada kata-kata yang diucapkan”.           


C.   Manfaat Interaksi sosial
             Dengan interaksi sosial silaturahim antara Da’i dan Mad’u tercipta. Dan mempererat tali persaudaraan antara satu sama  lainnya, karena silaturahim juga memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalin komunikasi yang baik, dan dengan adanya interaksi sosial ini Da’i  dapat berdakwah dengan melaui  suri tauladan yang baik kepada Mad’unya. Maka cara yang dilakukan para da’i dengan  berinteraksi langsung dengan mad’u nya, dapat terserap dengan baik dan untuk memperluas cakupan interaksi sang da’i yang bisa melebarkan sayapnya untuk menyebarkan ajaran-ajaran islam lebih luas lagi.     

Penutup
Kesimpulan
Dari argument diatas dapat disimpulkan bahwa dapat timbul berbagai dampak dari interaksi timbal-balik antara satu dan yang lainnya, baik dampak positif maupun negatif adapun kaitannya dengan para pegiat dakwah. seorang da’I harus mampu menguasai berbagai faktor interaksi sosial ini salah satunya menumbuhkan rasa simpati pada mad’u. Sekiranya mad’u sudah tidak simpati terlebih dahulu dengan da’I jangan diharapkan terjadi feed back dalam dakwah, apalagi tujuan dakwah akan terealisasi, mungkin hanya “counter effect” yang diterimanya, atau bahkan kita ditolak secara mentah-mentah.   
           
Dalam kegiatan dakwah selalu terjadi proses interaksi sosial, yaitu hubungan antara Da’i  dan Mad’u. Interaksi sosial dalam proses dakwah ini ditujukan untuk mempengaruhi mad’u yang akan membawa perubahan sikap prilaku seperti mempererat tali perasaudaraan dengan silaturahmi dan meneladani kepribadaian yang baik dari sang Da’i. Dengan demikian tujuan dakwah yaitu mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. 

        DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Tri pranto, Marmin. Sosiologi SMA kelas X, Bogor : CV Regina, 2006
Mubarok, Achmad. Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008
Enjang dan Aliyudin. Dasar dasar ilmu Dakwah , Bandung : Widya Padjadjaran

Internet :



Rabu, 23 Januari 2013

Peringatan Maulid Nabi SAW : Membangkitkan Kecintaan kepada Nabi SAW



Bulan Rabiul Awal merupakan bulan yang sangat bersejarah dan berharga bagi umat islam didunia. Dimana pada bulan ini Alloh SWT telah mengaruniakan kepada kita umat manusia,  seorang Nabi dan Rasul bernama Muhammad bin Abdullah sebagai rahmat bagi alam semesta alam. Sebagaimana firman-Nya,“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiya; 107).
Tanggal 12 Rabi’ul Awal telah menjadi salah satu tanggal istimewa bagi sebagian kaum muslimin. Tanggal ini dianggap sebagai hari kelahiran Nabi akhir zaman, sang pembawa risalah, penyempurna iman, Nabi agung Muhammad shallallahu alaihi wa ‘alaa alihi wa sahbihi wa sallam. Beliau merupakan sosok teladan umat muslim yang pada sosoknya lah kita berkaca terhadap semua tindak tanduk yang kita perbuat setiap harinya.
Tanggal 12 Rabiul Awal ini biasa disebut Maulid Nabi atau Maulud saja. Kata maulid atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Jadi Maulid Nabi Muhammad SAW  (bahasa Arab mawlid an-nabÄ«), adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW. Peringatan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Masyarakat muslim di Indonesia umumnya menyambut Maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi, pembacaan syair Barzanji dan pengajian. Peringatan ini bukan sekedar mengenang sebatas kelahiranya saja, lebih dari itu Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kita selaku umatnya kepada Nabi Muhammad SAW. Tujuannya adalah untuk membangkitkan kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW.  
Diantaranya banyak  menyebut manaqib (kisah hidup) dan kepribadian beliau yang mulia, menjalankan sunnah-sunnahnya yang agung, dan banyak bershalawat kepadanya. Sebagaimana hadist nabi yang artinya :Di antara umatku yang paling cinta kepadaku adalah orang-orang yang hidup sesudahku, yang salah seorang di antara mereka ingin melihatku walau harus mengorbankan keluarga dan harta benda.” (HR. Muslim)      Salah satu bentuk kecintaan kita kepada beliau adalah bershalawat, sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam al quran surah al ahzab ayat 56  yang artinya:   “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Al Ahzab: 56).
Asy Syaikh As Sa’di berkata: “(Dalam ayat ini) terdapat penjelasan tentang kemuliaan Rasulullah , ketinggian derajatnya, mulianya kedudukan beliau di sisi Allah dan di sisi makhluknya. Dan sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat, yaitu memujinya di hadapan para malaikat dan kelompok makhluk yang mulia, yang menunjukkan kecintaan-Nya kepada Nabi dan para malaikat yang dekat (dengan Allah) memberi pujian, mendo’akan serta merendahkan diri kepadanya. Maka wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian kepadanya dan ucapkanlah salam dalam rangka mengikuti Allah dan para malaikat-Nya serta sebagai balasan baginya atas sebagian hak-hak beliau atas kalian dan untuk menyempurnakan keimanan kalian. Mengagungkannya, mencintai dan memuliakan nya, serta untuk menambah kebaikan-kebaikan dan menghapus kesalahan-kesalahan kalian.” (Taisir Al Karimir Rahman, hal. 671)
Berangkat dari sini sudah sepantasnya, kita selaku umatnya selalu bersholawat kepada nabi. sebagai bentuk  kecintaan kita kepada nabi. bersholwat ketika duduk, berdiri ataupun berjalan. Bersholawat Ketika pagi siang sore maupun malam. Kita berharap semoga dengan peringatan maulid nabi ini menambah kecintaan kita kepada nabi dan kembali bersemangat menjalankan sunnah-sunnahnya yang agung .