Minggu, 28 Oktober 2012

Sunan Gunung Djati State Islamic University of Bandung

 

 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
Sunan Gunung Djati Bandung


Makna Lambang
Berpedoman kepada Visi, Misi, dan Tujuan UIN SGD Bandung
 sebagai implementasi dari QS Ali Imran : 190-191 yaitu seorang Ulul Albab 
yang memiliki karakteristik keseimbangan antara dzikir dan pikir;
Bintang Bersegi Lima Warna Emas merupakan titik poros utama melambangkan Allah SWT sebagai sumber dari segala sumber seluruh kehidupan manusia,
 termasuk ilmu pengetahuan yang tercermin dalam Ayat-ayat Qur’aniyah, 
dan sekaligus melambangkan 
“Rukun Islam” dan “Pancasila” sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Bintang Bersegi Enam Warna Putih melambangkan “Ayat-ayat Kauniyah” 
yang harus digali, dikelola, dan dikembangkan oleh manusia, serta dibimbing oleh wahyu untuk mewujudkan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang bertugas untuk 
memakmurkan alam, dan sekaligus melambangkan “Rukun Iman”;
Buku-buku Terbuka Warna Hijau Muda yang melingkar melambangkan 
dinamika pengembangan rumpun keilmuan yang beranekaragam, luas, dan mendalam 
berdasarkan paradigma Wahyu Memandu Ilmu, 
merupakan tekad seluruh sivitas akademika UIN Sunan Gunung Djati Bandung
 sebagai icon peradaban untuk siap menyambung kembali zaman keemasan 
peradaban Islam abad ke 9-13 Masehi;
Berlian Berjumlah Dua Belas Warna Biru yang membingkai melambangkan 
perpaduan Iman, Ilmu, dan Amal, 
serta menggambarkan jumlah 
huruf “Laa Ilaaha Illallah” 
sebagai simbol “Sains Tauhidullah”.




HISTORY OF UIN SGD ESTABLISHMENT
HISTORY OF UIN SGD BANDUNG ESTABLISHMENT

The history of Sunan Gunung Djati State Islamic University of Bandung cannot be separated from the history of IAIN (State Institute for Islamic Studies) SGD Bandung. Sunan Gunung Djati State Islamic University of Bandung was formally established based on the Decree of the President of Republic of Indonesia Number 57/ 2005. Meanwhile, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung was established on April 18th 1968/ 10 Muharram 1388 Hijriyah based on the Ministry of Religious Affairs (MORA) Regulation Number 56/1968.
IAIN Sunan Gunung Djati Bandung existed as a result of the demand of Muslims prominent figures in West Java. The process began in 1967 when a number of respected figures, like Ulama and Muslim intellectuals such as K.H.A. Muiz, K.H.R. Sudja’i, and Arthata along with the consent of the Governor of West Java, took the initiative to form the Preparation Committee for IAIN. This committee was approved by the MORA Regulation Number 128/1967.
Furthermore, under the MORA Regulation Number 56/1968, at the time of the establishment, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung had only four faculties: (1) The Faculty of Islamic Laws; (2) The Faculty of Islamic Education; (3) The Faculty of Theology in Bandung, and (4) The Faculty of Islamic Education in Garut. The Faculties were located at Jalan Lengkong Kecil Number 5 Bandung.In 1973, IAIN moved to Jalan Tangkuban Perahu Number 14 Bandung. Since 1974, IAIN has been located on Jalan Cipadung 105 Bandung. Due to changes on the district division in 1970, The Faculty of Islamic Education in Bogor and The Faculty of Islamic Laws in Sukabumi which were initially branches of the IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, were integrated into IAIN Bandung. The same was true for the Faculty of Islamic Education in Cirebon which became a branch of the IAIN Sunan Gunung Djati Bandung on March 5th 1976.
Until 2009, UIN Bandung which has seven faculties of Undergraduate Studies and one faculty of Postgraduate Studies has been led by seven rectors: Prof. K.H. Anwar Musaddad (1968-1972), Letkol H. Abjan  Soelaeman (1972-1973), Drs. H. Solahuddin Sanusi (1973-1977), Drs. H. Djauharuddin AR (1977-1986), Prof. DR. H. Rachmat Djatnika  (1986-1995), Prof. Dr. H. Endang Soetari Ad., M.Si. (1995-2003), and Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, MS. (2003-2011).In 2005, based on The Decree of the President of Republic of Indonesia Number 57/ 2005, 10 October 2005/ 6 Ramadhan 1426 H, the status of IAIN Bandung was changed into UIN Sunan Gunung Djati Bandung.  Then, in 2006, based on the rule of Religion Minister of the Republic of  Indonesia Number 6/2006 on organization and Work Management, two additional faculties were established: Faculty of Science and Technology and Faculty of Psychology.   

GOALS
The goals of Sunan Gunung Djati State Islamic University of Bandung are:
  1. To prepare students who possess the characteristic of akhlak al-karimah, spiritual wisdom, knowledgeable, and professional.
  2. To develop research into the development, the process and product of science and technology on Islamic values and social responsibility.
  3. To spread Islamic sciences and other Islamic based-sciences to strive to the social welfare and enrich national culture.
Vision
The vision of Sunan Gunung Djati State Islamic University of Bandung is to make an excellent and competitive university in integrating and developing Islamic studies with the contemporary sciences based on the paradigm: revelations guide science.

Mission
The mission of Sunan Gunung Djati State Islamic University of Bandung is to prepare the Ulul Albab generation that has the capability of:
  1. Combining and practicing zikr and fikr in their entire life;
  2. Possessing spiritual, emotional, and intelligent quotient;
  3. Finding, developing, and applying science, technology, social, culture, and art.

Sumber : http://www.uinsgd.ac.id



Sabtu, 27 Oktober 2012

Tentang FPI



PERSPEKTIF ORGANISASI
"Posisi FPI menjadi semacam Pressure Group di Indonesia, untuk mendorong berbagai unsur pengelola negara agar berperan aktif dalam memperbaiki dan mencegah kerusakan moral dan akidah umat Islam, serta berinisiatif membangun suatu tatanan sosial, politik & hukum yang sejalan dengan nilai-nilai syariat Islam"

(Habib Rizieq, Ketua Umum FRONT PEMBELA ISLAM, 2007).
Posisi dan Potensi Islam Perlu Dilihat Dalam Perspektif Yang Benar dan Adil
Memahami ajaran Islam dalam perspektif yang benar adalah prasyarat untuk memahami motif aksi dan reaksi umat Islam terhadap berbagai persoalan sosial dan politik. Islam bukanlah agama yang mengajarkan nilai-nilai permusuhan dan kebencian apalagi anarkisme dan terorisme. Sebaliknya Islam mengajarkan nilai-nilai akhlak yang universal, nilai-nilai baku moral yang kompatibel diaplikasikan bagi seluruh umat manusia. Dalam kitab suci umat Islam, Al-Quran, dinyatakan bahwa keberadaan Islam di muka bumi ini merupakan rahmat (kebaikan) yang bisa dinikmati semua makhluk yang ada di alam semesta ini (rahmatan lil alamin). Nilai-nilai ajaran Islam juga mencakup wilayah kebaikan yang sangat luas, mulai dari petunjuk cara bersosialisasi yang lebih baik, nilai-nilai akhlak yang memuliakan esensi hidup manusia, sistim politik dan hukum yang adil, pola perdagangan yang adil hingga konsep pengelolaan energi dan lingkungan hidup yang berkesinambungan.
Kehadiran gerakan Islam terjadi karena adanya ketidakadilan yang dialami umat Islam dan adanya gerakan-gerakan lokal dan global yang mengancam nilai-nilai akidah (keimanan) umat Islam. Upaya pembelaan umat Islam secara terorganisasi merupakan hal mendesak yang dilakukan karena globalisasi yang ada saat ini sudah menjelma menjadi penjajahan gaya baru, melalui upaya-upaya pemaksaan sistim politik, budaya dan sosial ke bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Upaya-upaya pengrusakan dari dalam umat Islam sendiri perlu dihadapi dengan tegas, misalnya upaya pembiasan makna pluralitas atau upaya liberalisasi ajaran Islam. Islam sangat menghargai adanya pluralitas dalam hubungan sosial antar berbagai bangsa termasuk hubungan sosial antar umat beragama, namun menolak tegas pluralitas agama yaitu upaya-upaya mencari kesamaan prinsip diantara berbagai agama yang ada. Toleransi antar umat beragama hendaknya difokuskan pada upaya-upaya mencari pola untuk saling menghormati atas perbedaan yang ada tanpa rasa permusuhan, dan ini jelas terkandung dalam kitab suci umat Islam, Al-Qur´an, dalam surat Al-Kafirun, "untukmu agamamu, dan untukku agamaku".
Posisi Tawar Umat Islam Indonesia Harus Diperhitungkan, dan Ini Harus Diwujudkan Dalam Bentuk Perhatian Yang Lebih Besar Terhadap Hak Kolektif Umat Islam
Di Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas muslim, maka sudah sewajarnya posisi tawar umat Islam lebih besar. Posisi tawar yang besar ini diterjemahkan dalam bentuk hak kolektif umat Islam yang lebih signifikan, antara lain hak umat Islam untuk memiliki lingkungan sosial yang bersih dari berbagai ´penyakit masyarakat´, seperti bersih dari pornografi, bersih dari perjudian, bersih dari narkoba dan lain-lain. Adalah wajar pula sebagai mayoritas bila umat Islam mewujudkan hak kolektifnya dengan menuntut pemerintah setempat untuk mengadopsi sebagian dari nilai-nilai ajaran Islam (Syariat), tentunya nilai-nilai moral yang bersifat universal dan tidak bertentangan dengan keyakinan umat beragama lainnya.
FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) Merupakan Pressure Group Bagi Para Pengelola Negara Agar Berinisiatif Menerapkan Nilai-nilai Islam Dalam Kehidupan Sosial dan Bernegara.
Harus dipahami bahwa sistem hukum dan politik di Indonesia yang cenderung sekuler secara nyata telah membuat sebagian dari nilai-nilai ajaran Islam tidak terakomodasi dalam perangkat hukum negara. Bahwa seorang pencuri harus dihukum memang telah sejalan dengan sebagian nilai-nilai ajaran Islam, tapi bahwa pelacuran harus dilarang dapat terhadang oleh pasal-pasal hukum yang multi-persepsi. Dalam ruang yang kurang tersentuh pasal-pasal hukum inilah FPI melakukan berbagai pendekatan solusi agar nilai-nilai ajaran Islam dapat diterapkan secara lebih komprehensif.
Penyakit masyarakat yang bersifat struktural, misalnya industri pornografi atau perjudian, harus dihadapi secara tegas baik dengan pendekatan hukum maupun tekanan-tekanan politis. Pembiaran terhadap kejahatan sosial semacam ini berpotensi membuahkan berbagai bentuk penyakit masyarakat yang pada akhirnya akan merusak berbagai sendi nilai-nilai moral dan bahkan akidah umat Islam. Segala bentuk kejahatan sosial yang bersifat struktural adalah ruang gerak yang menjadi prioritas FPI untuk dihadapi secara struktural pula.
Posisi FPI lebih bersifat sebagai anggota masyarakat yang membantu para penegak hukum secara aktif dan pro-aktif melalui informasi, dukungan langsung, tekanan-tekanan (pressure) politis dan tuntutan melalui jalur hukum, dengan agenda agar hukum di negeri ini dijalankan dengan lebih baik.
Semakin baik kualitas hukum dan komitmen penegakan hukum dilakukan di Indonesia, maka semakin berkurang beban FPI dalam memperjuangkan visi-misinya, dan semakin kurang pula keterlibatan FPI dalam mengawasi berbagai pelanggaran hukum.
Penegakan Amar Ma´ruf Nahi Munkar Adalah Perangkat Gerakan Yang Digunakan FPI Dalam Mewujudkan Nilai-nilai Syariah di Indonesia
Diterapkannya syariat Islam di Indonesia, baik secara substansial maupun formalistis, merupakan visi yang ingin dicapai FPI. Dari berbagai alternatif cara untuk mewujudkan visi tersebut, maka strategi yang dipilih FPI adalah melalui penegakan amar ma´ruf nahi munkar, yaitu upaya-upaya sistematis untuk mengajak umat Islam agar menjalankan perintah agamanya secara komprehensif, dan mencegah umat Islam agar tidak terjerumus pada kegiatan-kegiatan yang merusak moral dan akidah Islamnya. Pendekatan solusi ini dipilih karena (saat FPI didirikan tahun 1998) belum ada ormas Islam yang berkecimpung dibidang amar ma´ruf nahi munkar secara konkrit dan tegas. Upaya mengisi kekosongan wilayah perjuangan ini merupakan upaya terorganisir dan sistematis untuk memenuhi kewajiban kolektif umat Islam dalam memberantas kejahatan (kemungkaran). Hal ini berpedoman pada firman Allah Subhanahu Wa Ta´ala dalam kitab suci Al-Qur´an, surat Ali Imran (3):104 : "Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung".
Untuk menjaga kemurnian perjuangan FPI, maka FPI tidak terlibat dalam politik praktis atau berpihak secara politik terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia. FPI juga tidak berafiliasi atau bekerjasama secara struktural dengan organisasi manapun baik lokal maupun internasional. Motif untuk memperjuangkan syariat Islam adalah langkah yang sah, sedangkan aksi-aksi untuk memperjuangkannya diupayakan untuk tetap tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia.

VISI & MISI
Sesuai dengan latar belakang pendiriannya, maka FPI mempunyai sudut pandang yang menjadi kerangka berfikir organisasi ( visi ), bahwa penegakan amar ma´ruf nahi munkar adalah satu-satunya solusi untuk menjauh-kan kezholiman dan kemunkaran. Tanpa penegakan amar ma´ruf nahi munkar, mustahil kezholiman dan kemunkaran akan sirna dari kehidupan umat manusia di dunia.
FPI bermaksud menegakkan amar ma´ruf nahi munkar secara káffah di segenap sektor kehidupan, dengan tujuan menciptakan umat sholihat yang hidup dalam baldah thoyyibah dengan limpahan keberkahan dan keridhoan Allah ´Azza wa Jalla. Insya Allah. Inilah misi FPI.
Jadi, Visi Misi FPI adalah penegakan amar ma´ruf nahi munkar untuk penerapan Syari´at Islam secara káffah.


                                                        Presiden FPI dan Sang Panglima





 Sumber : www.fpi.or.id

Minggu, 28 Oktober 2012

Sunan Gunung Djati State Islamic University of Bandung

 

 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
Sunan Gunung Djati Bandung


Makna Lambang
Berpedoman kepada Visi, Misi, dan Tujuan UIN SGD Bandung
 sebagai implementasi dari QS Ali Imran : 190-191 yaitu seorang Ulul Albab 
yang memiliki karakteristik keseimbangan antara dzikir dan pikir;
Bintang Bersegi Lima Warna Emas merupakan titik poros utama melambangkan Allah SWT sebagai sumber dari segala sumber seluruh kehidupan manusia,
 termasuk ilmu pengetahuan yang tercermin dalam Ayat-ayat Qur’aniyah, 
dan sekaligus melambangkan 
“Rukun Islam” dan “Pancasila” sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Bintang Bersegi Enam Warna Putih melambangkan “Ayat-ayat Kauniyah” 
yang harus digali, dikelola, dan dikembangkan oleh manusia, serta dibimbing oleh wahyu untuk mewujudkan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang bertugas untuk 
memakmurkan alam, dan sekaligus melambangkan “Rukun Iman”;
Buku-buku Terbuka Warna Hijau Muda yang melingkar melambangkan 
dinamika pengembangan rumpun keilmuan yang beranekaragam, luas, dan mendalam 
berdasarkan paradigma Wahyu Memandu Ilmu, 
merupakan tekad seluruh sivitas akademika UIN Sunan Gunung Djati Bandung
 sebagai icon peradaban untuk siap menyambung kembali zaman keemasan 
peradaban Islam abad ke 9-13 Masehi;
Berlian Berjumlah Dua Belas Warna Biru yang membingkai melambangkan 
perpaduan Iman, Ilmu, dan Amal, 
serta menggambarkan jumlah 
huruf “Laa Ilaaha Illallah” 
sebagai simbol “Sains Tauhidullah”.




HISTORY OF UIN SGD ESTABLISHMENT
HISTORY OF UIN SGD BANDUNG ESTABLISHMENT

The history of Sunan Gunung Djati State Islamic University of Bandung cannot be separated from the history of IAIN (State Institute for Islamic Studies) SGD Bandung. Sunan Gunung Djati State Islamic University of Bandung was formally established based on the Decree of the President of Republic of Indonesia Number 57/ 2005. Meanwhile, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung was established on April 18th 1968/ 10 Muharram 1388 Hijriyah based on the Ministry of Religious Affairs (MORA) Regulation Number 56/1968.
IAIN Sunan Gunung Djati Bandung existed as a result of the demand of Muslims prominent figures in West Java. The process began in 1967 when a number of respected figures, like Ulama and Muslim intellectuals such as K.H.A. Muiz, K.H.R. Sudja’i, and Arthata along with the consent of the Governor of West Java, took the initiative to form the Preparation Committee for IAIN. This committee was approved by the MORA Regulation Number 128/1967.
Furthermore, under the MORA Regulation Number 56/1968, at the time of the establishment, IAIN Sunan Gunung Djati Bandung had only four faculties: (1) The Faculty of Islamic Laws; (2) The Faculty of Islamic Education; (3) The Faculty of Theology in Bandung, and (4) The Faculty of Islamic Education in Garut. The Faculties were located at Jalan Lengkong Kecil Number 5 Bandung.In 1973, IAIN moved to Jalan Tangkuban Perahu Number 14 Bandung. Since 1974, IAIN has been located on Jalan Cipadung 105 Bandung. Due to changes on the district division in 1970, The Faculty of Islamic Education in Bogor and The Faculty of Islamic Laws in Sukabumi which were initially branches of the IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, were integrated into IAIN Bandung. The same was true for the Faculty of Islamic Education in Cirebon which became a branch of the IAIN Sunan Gunung Djati Bandung on March 5th 1976.
Until 2009, UIN Bandung which has seven faculties of Undergraduate Studies and one faculty of Postgraduate Studies has been led by seven rectors: Prof. K.H. Anwar Musaddad (1968-1972), Letkol H. Abjan  Soelaeman (1972-1973), Drs. H. Solahuddin Sanusi (1973-1977), Drs. H. Djauharuddin AR (1977-1986), Prof. DR. H. Rachmat Djatnika  (1986-1995), Prof. Dr. H. Endang Soetari Ad., M.Si. (1995-2003), and Prof. Dr. H. Nanat Fatah Natsir, MS. (2003-2011).In 2005, based on The Decree of the President of Republic of Indonesia Number 57/ 2005, 10 October 2005/ 6 Ramadhan 1426 H, the status of IAIN Bandung was changed into UIN Sunan Gunung Djati Bandung.  Then, in 2006, based on the rule of Religion Minister of the Republic of  Indonesia Number 6/2006 on organization and Work Management, two additional faculties were established: Faculty of Science and Technology and Faculty of Psychology.   

GOALS
The goals of Sunan Gunung Djati State Islamic University of Bandung are:
  1. To prepare students who possess the characteristic of akhlak al-karimah, spiritual wisdom, knowledgeable, and professional.
  2. To develop research into the development, the process and product of science and technology on Islamic values and social responsibility.
  3. To spread Islamic sciences and other Islamic based-sciences to strive to the social welfare and enrich national culture.
Vision
The vision of Sunan Gunung Djati State Islamic University of Bandung is to make an excellent and competitive university in integrating and developing Islamic studies with the contemporary sciences based on the paradigm: revelations guide science.

Mission
The mission of Sunan Gunung Djati State Islamic University of Bandung is to prepare the Ulul Albab generation that has the capability of:
  1. Combining and practicing zikr and fikr in their entire life;
  2. Possessing spiritual, emotional, and intelligent quotient;
  3. Finding, developing, and applying science, technology, social, culture, and art.

Sumber : http://www.uinsgd.ac.id



Sabtu, 27 Oktober 2012

Tentang FPI



PERSPEKTIF ORGANISASI
"Posisi FPI menjadi semacam Pressure Group di Indonesia, untuk mendorong berbagai unsur pengelola negara agar berperan aktif dalam memperbaiki dan mencegah kerusakan moral dan akidah umat Islam, serta berinisiatif membangun suatu tatanan sosial, politik & hukum yang sejalan dengan nilai-nilai syariat Islam"

(Habib Rizieq, Ketua Umum FRONT PEMBELA ISLAM, 2007).
Posisi dan Potensi Islam Perlu Dilihat Dalam Perspektif Yang Benar dan Adil
Memahami ajaran Islam dalam perspektif yang benar adalah prasyarat untuk memahami motif aksi dan reaksi umat Islam terhadap berbagai persoalan sosial dan politik. Islam bukanlah agama yang mengajarkan nilai-nilai permusuhan dan kebencian apalagi anarkisme dan terorisme. Sebaliknya Islam mengajarkan nilai-nilai akhlak yang universal, nilai-nilai baku moral yang kompatibel diaplikasikan bagi seluruh umat manusia. Dalam kitab suci umat Islam, Al-Quran, dinyatakan bahwa keberadaan Islam di muka bumi ini merupakan rahmat (kebaikan) yang bisa dinikmati semua makhluk yang ada di alam semesta ini (rahmatan lil alamin). Nilai-nilai ajaran Islam juga mencakup wilayah kebaikan yang sangat luas, mulai dari petunjuk cara bersosialisasi yang lebih baik, nilai-nilai akhlak yang memuliakan esensi hidup manusia, sistim politik dan hukum yang adil, pola perdagangan yang adil hingga konsep pengelolaan energi dan lingkungan hidup yang berkesinambungan.
Kehadiran gerakan Islam terjadi karena adanya ketidakadilan yang dialami umat Islam dan adanya gerakan-gerakan lokal dan global yang mengancam nilai-nilai akidah (keimanan) umat Islam. Upaya pembelaan umat Islam secara terorganisasi merupakan hal mendesak yang dilakukan karena globalisasi yang ada saat ini sudah menjelma menjadi penjajahan gaya baru, melalui upaya-upaya pemaksaan sistim politik, budaya dan sosial ke bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam. Upaya-upaya pengrusakan dari dalam umat Islam sendiri perlu dihadapi dengan tegas, misalnya upaya pembiasan makna pluralitas atau upaya liberalisasi ajaran Islam. Islam sangat menghargai adanya pluralitas dalam hubungan sosial antar berbagai bangsa termasuk hubungan sosial antar umat beragama, namun menolak tegas pluralitas agama yaitu upaya-upaya mencari kesamaan prinsip diantara berbagai agama yang ada. Toleransi antar umat beragama hendaknya difokuskan pada upaya-upaya mencari pola untuk saling menghormati atas perbedaan yang ada tanpa rasa permusuhan, dan ini jelas terkandung dalam kitab suci umat Islam, Al-Qur´an, dalam surat Al-Kafirun, "untukmu agamamu, dan untukku agamaku".
Posisi Tawar Umat Islam Indonesia Harus Diperhitungkan, dan Ini Harus Diwujudkan Dalam Bentuk Perhatian Yang Lebih Besar Terhadap Hak Kolektif Umat Islam
Di Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas muslim, maka sudah sewajarnya posisi tawar umat Islam lebih besar. Posisi tawar yang besar ini diterjemahkan dalam bentuk hak kolektif umat Islam yang lebih signifikan, antara lain hak umat Islam untuk memiliki lingkungan sosial yang bersih dari berbagai ´penyakit masyarakat´, seperti bersih dari pornografi, bersih dari perjudian, bersih dari narkoba dan lain-lain. Adalah wajar pula sebagai mayoritas bila umat Islam mewujudkan hak kolektifnya dengan menuntut pemerintah setempat untuk mengadopsi sebagian dari nilai-nilai ajaran Islam (Syariat), tentunya nilai-nilai moral yang bersifat universal dan tidak bertentangan dengan keyakinan umat beragama lainnya.
FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) Merupakan Pressure Group Bagi Para Pengelola Negara Agar Berinisiatif Menerapkan Nilai-nilai Islam Dalam Kehidupan Sosial dan Bernegara.
Harus dipahami bahwa sistem hukum dan politik di Indonesia yang cenderung sekuler secara nyata telah membuat sebagian dari nilai-nilai ajaran Islam tidak terakomodasi dalam perangkat hukum negara. Bahwa seorang pencuri harus dihukum memang telah sejalan dengan sebagian nilai-nilai ajaran Islam, tapi bahwa pelacuran harus dilarang dapat terhadang oleh pasal-pasal hukum yang multi-persepsi. Dalam ruang yang kurang tersentuh pasal-pasal hukum inilah FPI melakukan berbagai pendekatan solusi agar nilai-nilai ajaran Islam dapat diterapkan secara lebih komprehensif.
Penyakit masyarakat yang bersifat struktural, misalnya industri pornografi atau perjudian, harus dihadapi secara tegas baik dengan pendekatan hukum maupun tekanan-tekanan politis. Pembiaran terhadap kejahatan sosial semacam ini berpotensi membuahkan berbagai bentuk penyakit masyarakat yang pada akhirnya akan merusak berbagai sendi nilai-nilai moral dan bahkan akidah umat Islam. Segala bentuk kejahatan sosial yang bersifat struktural adalah ruang gerak yang menjadi prioritas FPI untuk dihadapi secara struktural pula.
Posisi FPI lebih bersifat sebagai anggota masyarakat yang membantu para penegak hukum secara aktif dan pro-aktif melalui informasi, dukungan langsung, tekanan-tekanan (pressure) politis dan tuntutan melalui jalur hukum, dengan agenda agar hukum di negeri ini dijalankan dengan lebih baik.
Semakin baik kualitas hukum dan komitmen penegakan hukum dilakukan di Indonesia, maka semakin berkurang beban FPI dalam memperjuangkan visi-misinya, dan semakin kurang pula keterlibatan FPI dalam mengawasi berbagai pelanggaran hukum.
Penegakan Amar Ma´ruf Nahi Munkar Adalah Perangkat Gerakan Yang Digunakan FPI Dalam Mewujudkan Nilai-nilai Syariah di Indonesia
Diterapkannya syariat Islam di Indonesia, baik secara substansial maupun formalistis, merupakan visi yang ingin dicapai FPI. Dari berbagai alternatif cara untuk mewujudkan visi tersebut, maka strategi yang dipilih FPI adalah melalui penegakan amar ma´ruf nahi munkar, yaitu upaya-upaya sistematis untuk mengajak umat Islam agar menjalankan perintah agamanya secara komprehensif, dan mencegah umat Islam agar tidak terjerumus pada kegiatan-kegiatan yang merusak moral dan akidah Islamnya. Pendekatan solusi ini dipilih karena (saat FPI didirikan tahun 1998) belum ada ormas Islam yang berkecimpung dibidang amar ma´ruf nahi munkar secara konkrit dan tegas. Upaya mengisi kekosongan wilayah perjuangan ini merupakan upaya terorganisir dan sistematis untuk memenuhi kewajiban kolektif umat Islam dalam memberantas kejahatan (kemungkaran). Hal ini berpedoman pada firman Allah Subhanahu Wa Ta´ala dalam kitab suci Al-Qur´an, surat Ali Imran (3):104 : "Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung".
Untuk menjaga kemurnian perjuangan FPI, maka FPI tidak terlibat dalam politik praktis atau berpihak secara politik terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia. FPI juga tidak berafiliasi atau bekerjasama secara struktural dengan organisasi manapun baik lokal maupun internasional. Motif untuk memperjuangkan syariat Islam adalah langkah yang sah, sedangkan aksi-aksi untuk memperjuangkannya diupayakan untuk tetap tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia.

VISI & MISI
Sesuai dengan latar belakang pendiriannya, maka FPI mempunyai sudut pandang yang menjadi kerangka berfikir organisasi ( visi ), bahwa penegakan amar ma´ruf nahi munkar adalah satu-satunya solusi untuk menjauh-kan kezholiman dan kemunkaran. Tanpa penegakan amar ma´ruf nahi munkar, mustahil kezholiman dan kemunkaran akan sirna dari kehidupan umat manusia di dunia.
FPI bermaksud menegakkan amar ma´ruf nahi munkar secara káffah di segenap sektor kehidupan, dengan tujuan menciptakan umat sholihat yang hidup dalam baldah thoyyibah dengan limpahan keberkahan dan keridhoan Allah ´Azza wa Jalla. Insya Allah. Inilah misi FPI.
Jadi, Visi Misi FPI adalah penegakan amar ma´ruf nahi munkar untuk penerapan Syari´at Islam secara káffah.


                                                        Presiden FPI dan Sang Panglima





 Sumber : www.fpi.or.id