Di dalam kehidupan
sehari – hari manusia tidak dapat lepas dari hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya akan selalu membutuhkan individu ataupun
kelompok lain agar dapat
berinteraksi ataupun bertukar pikiran. Proses sosial ini, merupakan aspek dinamis dari
kehidupan masyarakat. Proses hubungan tersebut berupa interaksi sosial yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus. dimaksudkan sebagai
pengaruh tibal balik antara dua belah pihak, yaitu antara individu satu dengan
individu atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu.
Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekamto di dalam pengantar sosiologi, interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. Dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan bersama. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupakan dasar dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka kegiatan–kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi sosial.
Bila dikaitkan dengan Kegiatan dakwah. secara umum merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim. Sebagaimana hadist rosul saw yang berbunyi “balliguu anniiy walau aayah” "sampaikanlah dariku walau satu ayat”. Di dalam kegiatan dakwah, ada subjek dan ada objek. Subjeknya adalah seorang da’i dan objeknya adalah mad’u. Begitulah potret sederhana kegiatan dakwah yang menjadikan dakwah sebagi proses sosial.
Menurut Prof. Dr. Soerjono Soekamto di dalam pengantar sosiologi, interaksi sosial merupakan kunci semua kehidupan sosial. Dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antar satu sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan bersama. Maka dari itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupakan dasar dari suatu bentuk proses sosial karena tanpa adanya interaksi sosial, maka kegiatan–kegiatan antar satu individu dengan yang lain tidak dapat disebut interaksi sosial.
Bila dikaitkan dengan Kegiatan dakwah. secara umum merupakan salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim. Sebagaimana hadist rosul saw yang berbunyi “balliguu anniiy walau aayah” "sampaikanlah dariku walau satu ayat”. Di dalam kegiatan dakwah, ada subjek dan ada objek. Subjeknya adalah seorang da’i dan objeknya adalah mad’u. Begitulah potret sederhana kegiatan dakwah yang menjadikan dakwah sebagi proses sosial.
Pembahasan
A. Interaksi Sosial Para Pegiat Dakwah
Interaksi Sosial
adalah hubungan dinamis yang menyangkut timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok . dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. dalam bentuk kerjasama,
persaingan ataupun pertikaian. Interaksi juga merupakan hubungan yang tertata
dalam bentuk tindakan tindakan berdasarkan tata nilai dan norma norma yang
dilakunan di masyarakat. Sedangkan para pegiat dakwah ialah para pemuka agama,
seperti ulama. Kiayi, ustad, Da’i atau Mubaligh
yang menyampaikan pesan dakwah (nilai” islam) kepada madu.
Jadi interaksi soaisal para
pegiat dakwah adalah Interaksi sosial yang dilakukan antara Da’i dan Mad’u di mana mereka saling mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku satu sama lain.
Interaksi sosial memilki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Pelaku lebih dari satu orang b. Adanya hubungan timbal balik antar pelaku yaitu komunikasi antar
pelaku dengan menggunakan bahas, simbol atau lambang. c. Diawali dengan adanya kontak sosial baik secara langsung maupun tidak langsung .
d. Adanya dime-nsi waktu (lampau, sekarang, dan akan datang) yang menentukan sifat
hubungan timbal balik yang sedang berlangsung dan e. mempunyai maksud tujuan dari masing-masing pelaku.
Adapun syarat untuk terjadinya interaksi sosial Menurut Prof.
Dr. Soerjono Soekamto, ada dua syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
:
a. Kontak Sosial Kata “kontak” (Inggris: “contact") berasal dari bahasa Latin con atau cum yang artinya
bersama-sama dan tangere yang artinya menyentuh. Jadi, kontak berarti
bersama-sama menyentuh. Dalam pengertian sosiologi, kontak sosial tidak selalu
terjadi melalui interaksi atau hubungan fisik (langsung), bisa juga secara
tidak langsung
seperti bicara melalui telepon, radio, atau surat
elektronik. Oleh karena itu, hubungan fisik tidak menjadi syarat utama
terjadinya kontak. Kontak sosial memiliki sifat-sifat seperti dapat bersifat
positif atau negatif. Kontak sosial dapat bersifat primer atau sekunder.
b. Komunikasi merupakan syarat terjadinya interaksi sosial. Hal terpenting dalam komunikasi yaitu adanya kegiatan saling menafsirkan perilaku (pembicaraan, gerakan-gerakan fisik, atau sikap) dan perasaan-perasaan yang disampaikan. Ada lima unsur pokok dalam komunikasi Komunikator– Pesan –Media– Komunikan = Efek kalaupun dikaitkan dengan kegiatan dakwah disini bisa menjadi Da;i – Maudu – wasilah – Mad’u = Efek.
b. Komunikasi merupakan syarat terjadinya interaksi sosial. Hal terpenting dalam komunikasi yaitu adanya kegiatan saling menafsirkan perilaku (pembicaraan, gerakan-gerakan fisik, atau sikap) dan perasaan-perasaan yang disampaikan. Ada lima unsur pokok dalam komunikasi Komunikator– Pesan –Media– Komunikan = Efek kalaupun dikaitkan dengan kegiatan dakwah disini bisa menjadi Da;i – Maudu – wasilah – Mad’u = Efek.
B. Faktor Dasar Interaksi Sosial
Dr. W.A. Gerundang Dipl. Psych
(1986, 58) menyatakan bahwa ada empat factor dasar dalam interaksi sosial,
yaitu
a. Imitasi
Imitasi merupakan proses belajar manusia dalam masyarakat sebagai proses mematangkan kepribadiannya. Misalnya, kita tempatkan pada anak dikeluarga, maka factor teladan dari orang tua sangat kuat pengaruhnya. Nabi Muhammad sendiri menjadi teladan umat manusia, baik umat muslim maupun non-muslim Baik dalam kehidupan muamalah, ibadah, ataupun kehidupan lainnya
Imitasi merupakan proses belajar manusia dalam masyarakat sebagai proses mematangkan kepribadiannya. Misalnya, kita tempatkan pada anak dikeluarga, maka factor teladan dari orang tua sangat kuat pengaruhnya. Nabi Muhammad sendiri menjadi teladan umat manusia, baik umat muslim maupun non-muslim Baik dalam kehidupan muamalah, ibadah, ataupun kehidupan lainnya
Lewat suri tauladan (teladan sebagai metode
dakwah) maka manusia belajar kebiasaan yang baik dan akhlak yang mulia. Begitu
pula sebaliknya, apabila kita terbiasa dangan kebiasaan yang buruk maka kita
akan mendapatkan akhlak yang tercela sebagai buahnya. Di sinilah pentingnya
imitasi dalam dakwah. Sebagai seorang da’I renungkanlah.
b. Sugesti
Sugesti adalah rangsangan, pengaruh, stimulus pandangan atau sikap yang diberikan seorang individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi sugesti menuruti atau melaksanakan tanpa berpikir kritis dan rasional. Sehingga sugesti bukan bersifat rasional akan tetapi mendahulukan ras. Dalam hal ini Menike menulis: “Sugesti adalah pengaruh psikis-rohaniah, yang dalam diri komunikan menghasilkan suatu sikap atau keyakinan tertentu, tanpa dirasakannya adanya keperluan untuk meminta pertanggungjawaban serta keterangan dan pembuktian lebih lanjut dari pemberi sugesti (komunikator).”
Sugesti dalam ilmu jiwa sosial, Ada yang menganggap sebagai suatu rangsangan yang dapat mengendurkan atau menguatkan sikap, perhatian, atau keinginan-keinginan mad’u. Sugesti merupakan proses mempengaruhi orang lain, dengan tujuan tingkah laku (behavior), bersikap (attitude) pendapat (oppinion) supaya identik dengan kita. Begitu pula dakwah dengan tujuan, agar mad’u itu mengikuti jalan yang Islamis. Tidak terlalu tergesah-gesah pada hakikatnya antara keduanya memiliki hubungan yang erat sekali, bahkan dakwah merupakan sugesti pada orang lain.
c. Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah istilah dalam psikologi-psikoanalisis-Sigmund freud, dimana Dr. W.A. Gerungan membatasi “dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain”. Kecenderungan disini bersifat tidak sadar dan irasional. Sebagai ilustrasi, bagi seoarang anak, sang ayah adalah refleksi sifat kejantanan, kewibawaan, dan kepemimipinan. Sedang ibu adalah idola dari perwujudan kelembutan dan kasih saying. Dengan demikian metode keteladanan dalam dakwah mutlak sifatnya, Maka di sinilah peran orang tua ataupun Da’i dalam menumbuhkan religious consciousness atau rasa keagamaan pada anak-anaknya ataupun pada Mad’u.
b. Sugesti
Sugesti adalah rangsangan, pengaruh, stimulus pandangan atau sikap yang diberikan seorang individu kepada individu lain sehingga orang yang diberi sugesti menuruti atau melaksanakan tanpa berpikir kritis dan rasional. Sehingga sugesti bukan bersifat rasional akan tetapi mendahulukan ras. Dalam hal ini Menike menulis: “Sugesti adalah pengaruh psikis-rohaniah, yang dalam diri komunikan menghasilkan suatu sikap atau keyakinan tertentu, tanpa dirasakannya adanya keperluan untuk meminta pertanggungjawaban serta keterangan dan pembuktian lebih lanjut dari pemberi sugesti (komunikator).”
Sugesti dalam ilmu jiwa sosial, Ada yang menganggap sebagai suatu rangsangan yang dapat mengendurkan atau menguatkan sikap, perhatian, atau keinginan-keinginan mad’u. Sugesti merupakan proses mempengaruhi orang lain, dengan tujuan tingkah laku (behavior), bersikap (attitude) pendapat (oppinion) supaya identik dengan kita. Begitu pula dakwah dengan tujuan, agar mad’u itu mengikuti jalan yang Islamis. Tidak terlalu tergesah-gesah pada hakikatnya antara keduanya memiliki hubungan yang erat sekali, bahkan dakwah merupakan sugesti pada orang lain.
c. Identifikasi
Identifikasi adalah sebuah istilah dalam psikologi-psikoanalisis-Sigmund freud, dimana Dr. W.A. Gerungan membatasi “dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain”. Kecenderungan disini bersifat tidak sadar dan irasional. Sebagai ilustrasi, bagi seoarang anak, sang ayah adalah refleksi sifat kejantanan, kewibawaan, dan kepemimipinan. Sedang ibu adalah idola dari perwujudan kelembutan dan kasih saying. Dengan demikian metode keteladanan dalam dakwah mutlak sifatnya, Maka di sinilah peran orang tua ataupun Da’i dalam menumbuhkan religious consciousness atau rasa keagamaan pada anak-anaknya ataupun pada Mad’u.
Islam
menggaris bawahi tentang kehidupan keluarga ini. Di sini jelaslah kewajiban
orang tua memberi contoh yang baik dan bertanggungjawab kepada anggota
keluarganya, sebab ia sebagai model identifikasi. Begitu pula dalam dakwah,
da’I merupakan the best example dalam lingkungan masyarakat.
d. Simpati
Simpati
dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya orang yang satu terhadap orang
yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional, tetapi berdasarkan
penilaian perasaan, seperti juga dalam proses identifikasi (Dr. W.A. Gerungan,
1986, 69). Sehingga factor ini memiliki peran yang cukup mendalam dalam
interaksi sosial. Dengan simpati maka situasi kerja sama akan lebih mudah
terjadi.
Dalam proses interaksi dalam dakwah, factor simpati ini besar sekali perannya. Karena salah satu yang tidak dapat diabaikan dalam proses dakwah adalah terlebih dahulu membangkitkan rangsangan (stimulan) yang akan memberikan jalan pada mad’u. untuk membangkitkan itu, maka da’I harus mengadakan empati terlebih dahulu. Karenanya, factor simpati itu, kita sering melihat dakwah nonverbal (teladan dakwah bil hal) mempunyai pengaruh yang tidak kalah pentingnya dengan dakwah verbal. Pribahasa arab menulis: “Perbuatan itu lebih besar pengaruhnya dari pada kata-kata yang diucapkan”.
Dalam proses interaksi dalam dakwah, factor simpati ini besar sekali perannya. Karena salah satu yang tidak dapat diabaikan dalam proses dakwah adalah terlebih dahulu membangkitkan rangsangan (stimulan) yang akan memberikan jalan pada mad’u. untuk membangkitkan itu, maka da’I harus mengadakan empati terlebih dahulu. Karenanya, factor simpati itu, kita sering melihat dakwah nonverbal (teladan dakwah bil hal) mempunyai pengaruh yang tidak kalah pentingnya dengan dakwah verbal. Pribahasa arab menulis: “Perbuatan itu lebih besar pengaruhnya dari pada kata-kata yang diucapkan”.
C. Manfaat Interaksi sosial
Dengan interaksi sosial silaturahim antara
Da’i dan Mad’u tercipta. Dan mempererat tali persaudaraan antara satu sama lainnya, karena silaturahim juga memiliki
peranan yang sangat penting dalam menjalin komunikasi yang baik, dan dengan
adanya interaksi sosial ini Da’i dapat
berdakwah dengan melaui suri tauladan
yang baik kepada Mad’unya. Maka cara yang dilakukan para da’i dengan berinteraksi langsung dengan mad’u nya, dapat
terserap dengan baik dan untuk memperluas cakupan interaksi sang da’i yang bisa
melebarkan sayapnya untuk menyebarkan ajaran-ajaran islam lebih luas lagi.
Penutup
Kesimpulan
Dari argument diatas dapat
disimpulkan bahwa dapat timbul berbagai dampak dari interaksi
timbal-balik antara satu dan yang lainnya, baik dampak positif maupun negatif
adapun kaitannya dengan para pegiat dakwah. seorang da’I harus mampu menguasai berbagai faktor interaksi sosial ini
salah satunya menumbuhkan rasa simpati pada mad’u. Sekiranya mad’u sudah tidak
simpati terlebih dahulu dengan da’I jangan diharapkan terjadi feed back dalam
dakwah, apalagi tujuan dakwah akan terealisasi, mungkin hanya “counter effect”
yang diterimanya, atau bahkan kita ditolak secara mentah-mentah.
Dalam kegiatan dakwah selalu
terjadi proses interaksi sosial, yaitu hubungan antara Da’i dan Mad’u. Interaksi sosial dalam proses
dakwah ini ditujukan untuk mempengaruhi mad’u yang akan membawa perubahan sikap
prilaku seperti mempererat tali perasaudaraan dengan silaturahmi dan meneladani
kepribadaian yang baik dari sang Da’i. Dengan demikian tujuan dakwah yaitu
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Tri pranto, Marmin. Sosiologi SMA kelas X, Bogor : CV Regina, 2006
Mubarok, Achmad. Psikologi Dakwah, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008
Enjang dan Aliyudin. Dasar dasar ilmu Dakwah , Bandung : Widya Padjadjaran
Enjang dan Aliyudin. Dasar dasar ilmu Dakwah , Bandung : Widya Padjadjaran
Internet :